Sidang Hingga Malam Hari, Hakim PN Tipikor Medan Bebaskan Kepala BKD Langkat

eks Kepala BKD Langkat, Eka Syahputra Depari, divonis bebas oleh Majelis Hakim PN Tipikor Medan.

topmetro.news, Langkat – Warga Kabupaten Langkat, khususnya para guru honorer yang menjadi korban konspirasi penyalahgunaan jabatan dan kewenangan yang merugikan mereka, terkejut saat mengetahui salah seorang terdakwa, eks Kepala BKD Langkat, Eka Syahputra Depari, divonis bebas oleh Majelis Hakim PN Tipikor Medan.

Padahal, Eka Syahputra Depari awalnya disebut-sebut sangat berperan menentukan penilaian kelulusan ratusan guru honorer melalui ujian Seleksi Kompetensi Teknis Tambahan (SKTT) ‘siluman’ yang akhirnya membongkar skandal korupsi perekrutan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Kabupaten Langkat TA 2023 lalu.

Eka Syahputra Depari divonis bebas oleh para Majelis Hakim PN Tipikor Medan yang diketuai M Nazir. Vonis bebas itu didasari oleh keyakinan dari para hakim dengan penilaian bahwa dia tidak terkait atas skandal yang sempat membuat heboh Langkat sebagai negeri Bersatu Sekata Berpadu Berjaya.

“Menyatakan terdakwa (Eka Syahputra Depari) tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan alternatif kesatu dan dakwaan kedua Jaksa Penuntut Umum,” kata hakim dalam amar putusannya, Jumat (11/7/2025).

Berbeda nasib dengan dengan rekan sejawatnya sesama Eselon II di Kabupaten Langat, mantan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kabupaten Langkat, Saiful Abdi divonis 3 tahun kurungan penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan.

Hakim menilai, Syaiful Abdi dinyatakan terbukti melakukan tindakan korupsi yang menguntungkan diri sendiri dalam perekrutan PPPK Kabupaten Langkat tahun Anggaran 2023 lalu.

Dia didakwa melanggar, Pasal 11 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, terdakwa lainnya yakni Alek Sander selaku mantan Kepala Seksi Kesiswaan Sekolah Dasar Dinas Pendidikan Langkat divonis selama 2 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp100 juta subs 5 bulan.

Kemudian, dalam putusan yang dibacakan di Ruang Sidang Cakra 8 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Medan, majelis hakim yang diketuai M. Nazir memvonis terdakwa Rohayu Ningsih selaku mantan Kepala SD 056017 di Tebing Tanjung Selamat Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat dijatuhi hukuman selama 1 tahun 6 bulan kurungan penjara ditambah denda Rp50 juta subsider 3 bulan penjara.

Terakhir, terdakwa Awaluddin selaku mantan Kepala SD 055975 di Pancur Ido Salapian Langkat divonis 2 tahun penjara dan denda sebesar Rp100 juta subsider 4 bulan kurungan.

“Ketiga terdakwa (Alek Sander, Rohayu Ningsih dan Awaludin) telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan alternatif kedua Jaksa Penuntut Umum (JPU),” ujar Hakim.

Dakwaan alternatif kedua yang dimaksud ialah Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

“Keadaan yang memberatkan, perbuatan para terdakwa telah mencederai dunia pendidikan di Kabupaten Langkat dan perbuatan para terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas korupsi,” ujar Hakim Anggota Rurita Ningrum, saat membacakan pertimbangan.

Mendengar putusan tersebut, para terdakwa dan jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara kompak menyatakan pikir-pikir selama tujuh hari terkait apakah mengajukan upaya hukum banding atau tidak.

Terpisah, Tim Penasihat Hukum para korban dari LBH Medan menyatakan bahwa untuk putusan bebas terdakwa Eka Syahputra, menjadi kewenangan JPU untuk melakukan kasasi dan banding.

Putusan yang dibacakan pada malam hari tersebut dihadiri puluhan orang, Kuasa Hukum ratusan guru honorer dan awak media itu menjadi tanda jika Korupsi PPPK Langkat benar adanya dan telah menimbulkan kerugian bagi ratusan guru honorer di Kabupaten Langkat.

Menyikapi putusan tersebut LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum dan HAM menghormati putusan Hakim PN Medan. Namun tidak serta merta mengamininya, sebab berdasarkan bukti dan fakta dipersidangan LBH Medan menduga para terdakwa telah melanggar Pasal 12 UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah menjadi UU 20 Tahun 2001 yang ancaman hukumnya minimal 4 tahun penjara.

Atas adanya putusan Majelis Hakim PN Medan, LBH Medan secara tegas mendesak keempat terdakwa yang diputus bersalah harus dipecat dan mendesak JPU Kejatisu untuk melakukan upaya Kasasi atas putusan bebas Kepala BKD Langkat.

Perlu diketahui, sebelumnya JPU menuntut para terdakwa dengan 1 tahun 6 bulan penjara karena telah melanggar Pasal 11 UU No 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Tuntutan yang sangat ringan tersebut direspon keras oleh ratusan guru honorer Langkat yang menjadi korban.

Alhasil atas tuntutan JPU tersebut, para guru honorer dan LBH Medan melakukan aksi di PN Medan untuk meminta keadilan kepada Majelis Hakim agar para terdakwa dihukum seberat-beratnya.

Bukan tanpa alasan, LBH Medan menilai jika tidak pidana korupsi yang dilakukan para terdakwa merupakan extraordinary crime (Kejahatan Luar Biasa). Di mana kejahatan tersebut dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif sehingga menyebabkan ratusan guru honorer dan keluarga menjadi korban.

“Seyogianya tindak pidana korupsi tersebut telah bertentangan dengan UUD 1945, UU 39 Tahun 1999 tentang HAM, UU Tipikor, DUHAM dan ICCPR,” ujar Irvan Sahputra SH MH dan Sofian Muis Gajah, Sabtu (12/7/2025).

reporter | Rudy Hartono

Related posts

Leave a Comment